Perlawanan Banten terhadap VOC (1651-1682)
Pertentangan
antara banten dengan VOC diawali Pada tahun 1619 J.P Coen berhasil merebut
Jayakarta. VOC yang berpusat di Batavia ingin menguasai Selat Sunda, karena
Selat Sunda merupaka daerah perdagangan Banten yang sangat penting, langkah
Belanda ditentang terus oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan Banten
meningkat setelah Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651.
Untuk melemahkan kerajaan banten VOC melakukan
politik “devide et impera”. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtoyoso mengangkat
putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji karena pernah naik haji)
sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar
negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas hasutan
VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin
mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji
berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan
Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu
Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar
kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan
Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan
Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :
1. VOC mendapat hak
monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
2. Banten dilarang
berdagang di Maluku.
3. Banten
melepaskan haknya atas Cirebon.
4. Sungai Cisadane
menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar