Sabtu, 07 November 2015

perlawanan rakyat

Perlawanan rakyat Mataram

Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Ia tidak menyukai VOC berkuasa atas wilayah Batavia dan ia pun ingin mengembalikan wilayah kekuasaan Mataram seperti yang dicapai Senopati, yakni menguasai hampir seluruh wilayah Jawa. Dengan demikian, diseranglah VOC dalam dua periode, yaitu tahun 1628 dan 1629. Penyerangan itu mengalami kegagalan, sebab jarak tempuh ke Batavia terlalu jauh. Selain itu, prajurit Mataram kekurangan bahan makanan karena lumbung-lumbung padinya di Cirebon telah dibakar VOC.
Perlawanan rakyat Makasar (Gowa-Tallo)
Semula Kerajaan Gowa-Tallo mempunyai hubungan yang akrab dengan VOC, tetapi kemudian berubah menjadi permusuhan yang disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
a. VOC minta agar Gowa-Tallo mau diajak menyerang Banda.
b. VOC minta hak monopoli dagang di Kerajaan Gowa-Tallo.
c. VOC minta agar kapal-kapal dagang Makasar jangan membeli rempah-rempah dari Maluku.
Pertempuran pertama dengan VOC berkecamuk di bulan November 1666. VOC terdesak oleh kepemimpinan sultan yang berjuluk ‘ayam jago dari timur’, yaitu Hasanuddin. Segeralah VOC melaksanakan politik devide et impera dengan menghasut Aru Palaka, Raja Sopeng untuk sama-sama menyerang Gowa-Tallo. Pertempuran menjadi tidak berimbang. Pada bulan November 1667 terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bungaya, yang isinya antara lain Makasar harus mengakui monopoli VOC.
Isi Perjanjian Bongaya:
1.      VOC menguasai monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
2.      Makasar harus melepas seluruh daerah bawahannya, seperti Sopeng, Luwu, Wajo, dan Bone.
3.      Aru Palaka dikukuhkan sebagai Raja Bone.
4.      Makasar harus menyerahkan seluruh benteng-bentengnya.
5.      Makasar harus membayar biaya perang dalam bentuk hasil bumi kepada VOC setiap tahun.
Perlawanan rakyat Banten
Pada tahun 1651 Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta sebagai Raja Banten ke-6. Ia seorang raja yang berani tegas melawan intervensi VOC ke dalam kekuasaannya. Pada masa kekuasaannya terjadi perang tiga kali melawan VOC. Sikap licik diterapkan pula di Banten. VOC mengadudombakan ayah dengan puteranya, yaitu Sultan Haji (Pangeran Abdul Kahar). Sultan Ageng Tirtayasa terdesak, tetapi Sultan Haji yang berharap menguasai Banten sepenuhnya, ternyata tidak kesampaian. Ia harus mengakui kekuasaan VOC, yang berarti Banten menjadi negara yang tidak berdaulat penuh sejak tahun 1683.
Perlawanan rakyat Bali
Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan beberapa kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik diserahkan kepada Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali melakukan perlawanan habis-habisan (puputan) tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Perlawanan rakyat Saparua
Tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan harinya mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua sehingga residen Van den Berg tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut benteng Zeeeland.
Untuk merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh penduduk dan mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara besar-besaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari tahun 1818.
Perang ini disebabkan oleh Belanda yang sewenang2 terhadap Maluku
Perang ini berlangsung pada tahun 1817
Tokoh-tokohnya antara lain:
1.      Thomas Matulessy / Kapitan Pattimura
2.      Christina Martha Tiahahu
3.      Kapitan Paulus Tiahahu

Perang ini Disertai dengan perebutan benteng Duurstde yang mengakibatkan kematian Jendral Van Den Berg. Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah. Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.
Rana Asima Dame (29)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar