Sabtu, 07 November 2015

Perlawanan menentang kolonialisme dan imperalisme

Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat Periode Sebelum Abad Ke-18

Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Periode Sebelum Abad Ke-18

1. Perlawanan Dipati Unus (1518 – 1521)
Hanya kurang lebih satu tahun setelah kedatangan Portugis di Malaka (1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul.

Jatuhnya Malaka ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari Kepulauan Indonesia.Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat Malaka jatuh ke pihak Portugis.

Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka.

Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta strategi perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.


2. Perlawanan Panglima Fatahillah  (1527 – 1570)
Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kerja sama antara Portugis dan Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti  menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil  Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta.


3. Perlawanan Sultan  Baabullah  (1570 – 1583)
Raja Ternate yang sangat gigih  melawan Portugis adalah Sultan Hairun  yang bersifat sangat anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang usaha Portugis untuk  melakukan monopoli perdagangan di Ternate.

Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang dan membakar benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.

Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak mampu menghadapi perlawanan. Oleh karena itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis menawarkan tipu perdamaian. Sehari setelah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun  untuk menghadiri  pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun  hadir, dan kemudian dibunuh  oleh kaki tangan Portugis.

Peristiwa ini  menimbulkan  kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.

Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu  bertahan di dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri  ke Timor Timur.


4. Perlawanan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk itu, Sultan Alaudin Riayat Syah mengirim  utusan ke Konstantinopel (Turki)  untuk  meminta bantuan militer  dan permintaan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak. Selain itu, Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut  dan Jepara.

Dengan semua bantuan dari Turki  maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568. Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan.

Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer  yang disegani dan diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.

Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda  memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit.  Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.


5. Perlawanan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 16 45)

Raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo.  Beliau di samping cakap sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi, sosial, dan perpolitikan.  Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban (1616), Madura  (1624), dan Surabaya (1625).

Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia. VOC di bawah pimpinan  Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan  benteng untuk memperkuat monopolinya di Jawa. Niat VOC (kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung  sehingga mengakibatkan Mataram sering bersitegang dengan VOC (kompeni).

Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung  memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati  Ukur. 

Kemudian tahun1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan  Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung  sudah menunjukkan  semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.


6. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683)

Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin mendapatkan monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 pecah perang. Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan.

Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik  internal dalam keluarga Kerajaan Banten.
Kali ini saya akan membahas perlawanan rakyat terhadap VOC karena dianggap menindas rakyat. Ada 5 perang yang akan dibahas yaitu perang rakyat Mataram, Makasar, Banten, Bali, dan Saparua. Semoga dapat menambah wawasan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar