Perlawanan
Makasar terhadap VOC (1666-1667)
Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan
kecil seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang
muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan
nama Makasar yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasanudin antara tahun 1654 – 1669.
Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC
pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang
tersebut terasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin
membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya
terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan
berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan berdagang dan
mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat
utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin
dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan
oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk
menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara
rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran
kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan
perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar
Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena
pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran
ketiga terjadi tahun 1666 – 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu
Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan
Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh
Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka
mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan
pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat
itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir
kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani
perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah
satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu
domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat
Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan
rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.
Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667,
yang isinya :
1. Wilayah Makasar
terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.
2. Kapal Makasar
dilarang berlayar tanpa izin VOC.
3. Makasar tertutup
untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya.
4. Semua benteng
harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti
dengan nama Benteng Roterrdam.
5. Makasar harus
mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar